Contoh Naskah Drama Yang Dimainkan Untuk 6 Orang - Pada Kesempatan Sebelumnya Saya telah Postingan dan Share Tentang Contoh Naskah Drama Yang Dimainkan Untuk 4 Orang. nah Kali ini saya juga akan mengulas sedikt tentang Contoh Naskah Drama Yang Dimainkan Untuk 6 Orang
Bagi siswa yang kebetulan ada tugas sekolah (memainkan sebuah Drama) dan memerlukan contoh naskah drama untuk pementasan singkat di depan kelas
Berikut ini ada beberapa contoh naskah drama yang mungkin bisa dijadikan acuan atau contoh untuk dapat lebih meningkatkan kreasi kalian semua.
Berikut ini ada beberapa contoh naskah drama yang mungkin bisa dijadikan acuan atau contoh untuk dapat lebih meningkatkan kreasi kalian semua.
PENGANTAR
Sudah puluhan tahun BAPAK SEPUH dikenal sebagai pemimpin yang sukses di sebuah wilayah. Isterinya, yang meninggal beberapa tahun lalu, dikenal sebagai salah satu kunci keberhasilan Bapak Sepuh. Sebagai Pemimpin, Pak SEPUH terkenal sangat murah senyum. Budi bahasanya lembut dan manis dalam menghadapi siapapun. Ia dikenal berhasil memimpin wilayahnya menjadi wilayah yang makmur. Namun dalam perjalanan kemakmuran itulah kemudian ia terus berubah menjadi seorang pemimpin yang tamak, kejam dan tidak adil. Kelembutan dan senyumnya dinilai orang sebagai tameng yang ditata untuk menutupi kebusukan2 serta siasat yang tersimpan dalam dirinya.
Sebagai penentu kebijakan ia dikenal sangat otoriter, bahkan absolut. Tidak ada satu alasanpun yang boleh menggagalkan pikiran atau gagasan yang menjadi obsesinya. Semua cita-citanya harus jadi kenyataan dan dia mendapatkan semua dengan menghalalkan segala cara.
Drama satu babak ini terjadi pada hari BAPAK SEPUH menghembuskan nafas terahirnya.
Kematian Bapak SEPUH, membuat membuat anak-cucunya yang selama ini sangat manja dan sangat bergantung pada kekuasaannya, mendadak terguncang. Mereka panik dan merasa tidak aman. Sebagian besar memutuskan melarikan diri, kecuali HARYATI.
Kematian Bapak SEPUH, membuat membuat anak-cucunya yang selama ini sangat manja dan sangat bergantung pada kekuasaannya, mendadak terguncang. Mereka panik dan merasa tidak aman. Sebagian besar memutuskan melarikan diri, kecuali HARYATI.
Haryati adalah satu-satunya putri Pak SEPUH yang setia dan bertahan. Ia dengan penuh tanggung jawab mempersiapkan segala sesuatu untuk upacara penghormatan terakhrir pada Bapak SEPUH. Meski hampir semua orang, pelayan, penjaga, tetangga, kerabat telah meninggalkannya, ditemani seekor anjing peliharaannya, (DOMKY), seorang sahabat (SURTI), seorang pelayan (MANDOR), dan empat orang kenalan (KIMIN, POHAN, THAMRIN, HARUN), Haryarti dengan teguh mempersiapkan sebuah penghormatan terakhir yang benar-benar baik dan sepadan dengan kebesaran nama Ayahnya. yang sebenarnya tidak pernah menjadi sahabat keluarga Bapak SEPUH.
” PESTA TERAKHIR”
Dramatic Personae
HARUN
THAMRIN
POHAN
KIMIN
HARYATI
SURTI
THAMRIN
POHAN
KIMIN
HARYATI
SURTI
SATU
DI SEBUAH PENDOPO, DIKEDIAMAN BAPAK SEPUH. SAYUP SAYUP, DARI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA ORANG-ORANG MEMBACAKAN “LA ILAH HA ILLALLAH”.
DI PENDOPO INI TERJADI PERSIAPAN SEBUAH HAJATAN. DUA ORANG LAKI-LAKI (HARUN & THAMRIN) TAMPAK MEMASUKI PENDOPO, DENGAN MENGUSUNG SEBUAH KERANDA JENAZAH YANG SUDAH DIDANDANI DAN SIAP UNTUK SISEMAYAMKAN.
SETELAH MEMASUKI HAMPIR SEPARUH RUANGAN, THAMRIN TIBA-TIBA
MEMUTUSKAN UNTUK BERHENTI, TANPA MEMINTA PERTIMBANGAN ATAU MEMBERI ABA-ABA PADA HARUN. IA SEENAKNYA SAJA MENURUNKAN KERANDA YANG DIPANGGULNYA DI LANTAI, KEMUDIAN DUDUK SAMBIL MENGIPAS-NGIPAS WAJAHNYA DENGAN TOPINYA, MEMBUAT HARUN BENGONG DAN BETUL-BETUL JENGKEL.
MEMUTUSKAN UNTUK BERHENTI, TANPA MEMINTA PERTIMBANGAN ATAU MEMBERI ABA-ABA PADA HARUN. IA SEENAKNYA SAJA MENURUNKAN KERANDA YANG DIPANGGULNYA DI LANTAI, KEMUDIAN DUDUK SAMBIL MENGIPAS-NGIPAS WAJAHNYA DENGAN TOPINYA, MEMBUAT HARUN BENGONG DAN BETUL-BETUL JENGKEL.
HARUN
Hei THAMRIN … Kalau sekali dua menit kau mogok begitu, kapan nyampenya?
Hei THAMRIN … Kalau sekali dua menit kau mogok begitu, kapan nyampenya?
THAMRIN MENJAWAB ACUH
THAMRIN
Berat.
Berat.
HARUN
Mana ada mayat yang nggak berat?
Mana ada mayat yang nggak berat?
THAMRIN
Duduk aja dulu RUN. Kita mau ngejar apa sih?
Duduk aja dulu RUN. Kita mau ngejar apa sih?
MESKI JENGKEL, SETELAH MEMERIKSA KERANDA SESAAT, HARUN AKHIRNYA MENGIKUTI JUGA SARAN THAMRIN. IA DUDUK DAN MULAI BICARA, MASIH DENGAN NADA DONGKOL.
HARUN
Aku kadang bersyukur betul jadi orang kecil. Segala sesuatu bisa dihadapi dengan sederhana. Hidup kita sederhana, kebutuhan kita sederhana, mati kitapun sederhana.
Aku kadang bersyukur betul jadi orang kecil. Segala sesuatu bisa dihadapi dengan sederhana. Hidup kita sederhana, kebutuhan kita sederhana, mati kitapun sederhana.
PADA SAAT YANG SAMA, KIMIN DAN POHAN MEMASUKI PENDOPO. MEREKA
DITUGASKAN MENYIAPKAN PENDOPO SEBAGAI TEMPAT DIMANA JEBAZAH PAK SEPUH AKAN DISEMAYAMKAN, SEGALIGUS DIMANA MASYARAKAT DAPAT MELIHAT DAN MEMBERINYA PENGHORMATAN TERAKHIR. SAMBIL
MENGUSUNG KURSI-KURSI KIMIN DAN POHAN MEMPERHATIKAN DAN
MENYIMAK PERCAKAPAN ANTARA HARUSN DAN POHAN. POHAN MENANGGAPI HARUN DENGAN SEDIKIT SINIS.
DITUGASKAN MENYIAPKAN PENDOPO SEBAGAI TEMPAT DIMANA JEBAZAH PAK SEPUH AKAN DISEMAYAMKAN, SEGALIGUS DIMANA MASYARAKAT DAPAT MELIHAT DAN MEMBERINYA PENGHORMATAN TERAKHIR. SAMBIL
MENGUSUNG KURSI-KURSI KIMIN DAN POHAN MEMPERHATIKAN DAN
MENYIMAK PERCAKAPAN ANTARA HARUSN DAN POHAN. POHAN MENANGGAPI HARUN DENGAN SEDIKIT SINIS.
POHAN
Tinggi kali falsafahmu itu RUN. Tapi kalau perut anak-anakmu menjerit kelaparan. Merengek pengen ini itu. Apa falsafah seperti itu bisa bikin mereka tentram?
Tinggi kali falsafahmu itu RUN. Tapi kalau perut anak-anakmu menjerit kelaparan. Merengek pengen ini itu. Apa falsafah seperti itu bisa bikin mereka tentram?
HARUN
Memang nggak sih … Tapi kalau aku lihat adikku. Kawin sama orang kaya.
Kerjanya ribuuut nggak habis-habis … Aku tetap milih jadi orang kecil. Tidak ada hari tanpa ribut. Padahal yang diributin cuma satu “yang lebih besar “Rumah yang lebih besar, tipi yang lebih besar, giwang yang lebih besar ….
Memang nggak sih … Tapi kalau aku lihat adikku. Kawin sama orang kaya.
Kerjanya ribuuut nggak habis-habis … Aku tetap milih jadi orang kecil. Tidak ada hari tanpa ribut. Padahal yang diributin cuma satu “yang lebih besar “Rumah yang lebih besar, tipi yang lebih besar, giwang yang lebih besar ….
THAMRIN, MENANGGAPI DENGAN BERSEMANGAT.
THAMRIN
Gua setuju. Ipar gua, yang kayanya masih nanggung aja, hidupnya udah kalang kabut nggak karuan. Mau beli ini, mau beli itu, mau punya yang ini, punya yang itu. Sekarang lihat Pak Sepuh ini … Apa yang dia kagak punya? Uang, kekuasaan —— Udah mati begini, mati aja … Semua harta dan kekuasaan yang dia punya dulu tetap aja nggak mampu bikin dia hidup lagi …
Gua setuju. Ipar gua, yang kayanya masih nanggung aja, hidupnya udah kalang kabut nggak karuan. Mau beli ini, mau beli itu, mau punya yang ini, punya yang itu. Sekarang lihat Pak Sepuh ini … Apa yang dia kagak punya? Uang, kekuasaan —— Udah mati begini, mati aja … Semua harta dan kekuasaan yang dia punya dulu tetap aja nggak mampu bikin dia hidup lagi …
POHAN
Lupa pada mati itu sudah kodrat manusia. Itu makanya Agama dikirim. Mau yang lebih, itu juga kodrat. Sudah kaya, mau lebih kaya. Sudah punya kuasa, mau lebih berkuasa.
Ambil contoh kecil sajalah si Jumi yang manis itu. Sudah cantik dia. Tapi masih juga mau lebih cantik. Dia ganjallah hidungnya dengan pelastik. Sekarang? Hidungnya malah mancung kekiri …
Lupa pada mati itu sudah kodrat manusia. Itu makanya Agama dikirim. Mau yang lebih, itu juga kodrat. Sudah kaya, mau lebih kaya. Sudah punya kuasa, mau lebih berkuasa.
Ambil contoh kecil sajalah si Jumi yang manis itu. Sudah cantik dia. Tapi masih juga mau lebih cantik. Dia ganjallah hidungnya dengan pelastik. Sekarang? Hidungnya malah mancung kekiri …
SEMUA TERTAWA DAN SEMUA TATAPAN TERTUJU KE KIMIN. TAHU SASARAN UCAPAN POHAN ADALAH DIRINYA, KIMIN TAMPAK MENGHINDAR.
THAMRIN
Jangan gitulah Bang … Ada yang tersinggung nih …
Jangan gitulah Bang … Ada yang tersinggung nih …
POHAN
Siapa yang tersinggung?
Siapa yang tersinggung?
YANG LAIN
Adalah …
Adalah …
POHAN MENGHAMPIRI KIMIN.
POHAN
Yang nggak mau lebih itu kan cuma orang kayak kita ini. Nggak ada orang susah yang mau lebih susah …
Yang nggak mau lebih itu kan cuma orang kayak kita ini. Nggak ada orang susah yang mau lebih susah …
KIMIN MENERUSKAN MENGANGKATI KURSI YANG MASIH TERSISA, SAMBIL MEMBERIKAN TANGGAPAN DENGAN SIKAP TENANG.
KIMIN
Yang aku ndak ngerti, orang makin kaya, kok makin serem.
Yang aku ndak ngerti, orang makin kaya, kok makin serem.
THAMRIN
Serem gimane Pak KIMIN?
Serem gimane Pak KIMIN?
KIMIN
Ya serem …. Pelit iya, sombong iya, sok kuasa iya …
Ya serem …. Pelit iya, sombong iya, sok kuasa iya …
POHAN
Itu karena uang dan kekuasaan, selalu saling merangkul. Kalau kamu kaya, kamu akan otomatis jadi penguasa. Hepeng do mangatur portibion.
Itu karena uang dan kekuasaan, selalu saling merangkul. Kalau kamu kaya, kamu akan otomatis jadi penguasa. Hepeng do mangatur portibion.
SEMUA BENGONG TIDAK PAHAM APA ARTI KALIMAT TERAKHIR YANG
DIUCAPKAN POHAN.
DIUCAPKAN POHAN.
THAMRIN
Apa maksudnya tuh Bang ?
Apa maksudnya tuh Bang ?
POHAN
Bah — Masa itu aja kau tidak tahu. Sudah pepatah dunia itu Thamrin —-
Bah — Masa itu aja kau tidak tahu. Sudah pepatah dunia itu Thamrin —-
THAMRIN
Iya apa Bang ?
Iya apa Bang ?
POHAN
Uang Thamrin. Di muka bumi ini, uangnya yang mengatur segalanya. Sebaliknya, begitu kamu punya kekuasaan, kamu akan dengan mudah jadi kaya raya. Kenapa ?
Karena kuasaan bisa mengubah segalanya. Dan yang lebih sakit lagi, kalau kamu kaya raya, atau jadi Penguasa, kamu tidak akan pernah salah.
Uang Thamrin. Di muka bumi ini, uangnya yang mengatur segalanya. Sebaliknya, begitu kamu punya kekuasaan, kamu akan dengan mudah jadi kaya raya. Kenapa ?
Karena kuasaan bisa mengubah segalanya. Dan yang lebih sakit lagi, kalau kamu kaya raya, atau jadi Penguasa, kamu tidak akan pernah salah.
THAMRIN TIBA-TIBA-BANGKIT.
THAMRIH
Ayo ah, lanjut …. Pusing gua.
Ayo ah, lanjut …. Pusing gua.
MALAS-MALASAN, THAMRIN MELANGKAH KE KERANDA DI BAGIAN KAKI, BAGIANNYA HARUN. HARUN MELONGO, PROTES.
HARUN
Lho ?
Lho ?
THAMRIN
Gantian!
Gantian!
HARUN
Kenapa?
Kenapa?
THAMRIN
Di depan situ, bagian perut dan kepala. Berat.Dia ini kan makannya beda dari kita …
Di depan situ, bagian perut dan kepala. Berat.Dia ini kan makannya beda dari kita …
HARUN
Beda apanya?
Beda apanya?
THAMRIN
Dia banyak makan hati orang.
Dia banyak makan hati orang.
SEMUA MENOLEH KE THAMRIN, PROTES
YANG LAIN
Hus!!
Hus!!
THAMRIN
Kita, makan hati ikan teri aja kagak mampu beli.
Kita, makan hati ikan teri aja kagak mampu beli.
YANG LAIN
Mulut Jaga! Ah, sampek bareng …
Mulut Jaga! Ah, sampek bareng …
THAMRIN BERSAMA HARUN KEMBALI MENGANGKAT KERANDA, SAMBIL TETAP MENGGERUTU.
THAMRIN
Protes aja …. Protes itu boleh … Yang penting jangan kedengaran.
Protes aja …. Protes itu boleh … Yang penting jangan kedengaran.
YANG LAIN SEMAKIN GEMAS. MEREKA PROTES DENGAN SUARA MENINGGI.
YANG LAIN
Hei!!
Hei!!
KIMIN
Ngawur!!
Ngawur!!
THAMRIN
Kenapa? Itu ajaran dia dulu … (MENUNJUK PADA KERANDA)
Kenapa? Itu ajaran dia dulu … (MENUNJUK PADA KERANDA)
KIMIN
Ini orang, sembarangan ….
Ini orang, sembarangan ….
MASING-MASING KEMBALI KE TUGASNYA. BEBERAPA SAAT HENING.
TIBA-TIBA KIMIN BICARA SEPERTI PADA DIRINYA, MEMECAH KESUNYIAN
TIBA-TIBA KIMIN BICARA SEPERTI PADA DIRINYA, MEMECAH KESUNYIAN
KIMIN
Kalau nanti aku mati … Aku ndak butuh upacara besar-besaran kayak gini. Yang penting Anak-anakku … Anak-anakku harus ada disana.
Kalau nanti aku mati … Aku ndak butuh upacara besar-besaran kayak gini. Yang penting Anak-anakku … Anak-anakku harus ada disana.
POHAN
Siapa pula yang mau berangkatkan Pak Kimin dalam upacara besar? Kita ini cuma orang kecil, Pak Kimin … Kalau orang besar seperti Pak Sepuh ini layaklah mendapatkan upacara besar-besaran.
Siapa pula yang mau berangkatkan Pak Kimin dalam upacara besar? Kita ini cuma orang kecil, Pak Kimin … Kalau orang besar seperti Pak Sepuh ini layaklah mendapatkan upacara besar-besaran.
KIMIN
Ngerti—Aku ki cuma gelo —- Wong sugeh koyo Pak Sepuh iki kok ditinggal mabur anak-anake
Ngerti—Aku ki cuma gelo —- Wong sugeh koyo Pak Sepuh iki kok ditinggal mabur anak-anake
POHAN MENDEKATI KIMIN, MENASEHATINYA. SUARA DIPELANKAN.
THAMRIN
Tapi pak Kimin, anak-anak Pak Sepuh ini minggat, bukan karena upacaranya gede. Dosanya gede-gede …
Tapi pak Kimin, anak-anak Pak Sepuh ini minggat, bukan karena upacaranya gede. Dosanya gede-gede …
YANG LAIN
Hus !!
Hus !!
POHAN
Berani kau mempertanggung jawabkan ucapanmu itu Thamrin?
Berani kau mempertanggung jawabkan ucapanmu itu Thamrin?
THAMRIN
Kata orang-orang, Bang …
Kata orang-orang, Bang …
POHAN
Bah —- Kata orang-orang —- Kau sendiri bagaimana? Apa kata kau?
Bah —- Kata orang-orang —- Kau sendiri bagaimana? Apa kata kau?
THAMRIN
Kalau menurutku sih … Dosa apa kagak tuh bukan kita yang nentuin. Tapi siapa yang nggak tahu kelakuan anak-anak Pak Sepuh?
Kalau menurutku sih … Dosa apa kagak tuh bukan kita yang nentuin. Tapi siapa yang nggak tahu kelakuan anak-anak Pak Sepuh?
KIMIN
Walah Thamrin …
Walah Thamrin …
THAMRIN
Kenapa Mas Kimin ?
Kenapa Mas Kimin ?
KIMIN
Mulutmu itu lho …
Mulutmu itu lho …
THAMRIN BERTANYA PADA HARUN
THAMRIN
Kenapa mulut gua RUN?
Kenapa mulut gua RUN?
TIDAK INGIN IKUT CAMPUR, HARUN ANGKAT BAHU.
KIMIN
Bahaya.
Bahaya.
THAMRIN
Ya Allah Pak KIMIN ….Kalau semua orang seperti Mas Kimin. Hidup ini kagak seru Mas KIMIN …. Sepi …
Ya Allah Pak KIMIN ….Kalau semua orang seperti Mas Kimin. Hidup ini kagak seru Mas KIMIN …. Sepi …
KIMIN AKHIRNYA MEMUTUSKAN UNTUK DIAM. DIA DUDUK DISUDUT PERMADANI. IA MENYULUT PIPANYA, MENGISAPNYA DALAM-DALAM DAN TAMPAK BERPIKIR KERAS. YANG LAIN JUGA KEMBALI KE TUGAS MASING- MASING. SELANG BEBERAPA SAAT, KIMIN TIBA-TIBA MEMANGGIL POHAN, MEMECAH KEHENINGAN DI PENDOPO ITU.
KIMIN
Pohan! Sini!
Pohan! Sini!
POHAN MENDEKATI PAK KIMIN. SELANJUTNYA POHAN TAMPAK BICARA,
KASAK-KUSUK DENGAN PAK KIMIN.
KASAK-KUSUK DENGAN PAK KIMIN.
POHAN
Ada apa Pak Kimin ?
Ada apa Pak Kimin ?
KIMIN
Aku dengar orang-orang nggak bakal datang kesini …
Aku dengar orang-orang nggak bakal datang kesini …
THAMRIN DAN HARUN IKUT MENDEKAT, INGIN TAHU. MEREKA JONGKOK DISEKITAR KIMIN.
THAMRIN
Ada apa?
Ada apa?
KIMIN
Aku dengar, upacara ini bakal diboikot.
Aku dengar, upacara ini bakal diboikot.
SEMUA BANGKIT TERKEJUT.
THAMRIN
Ooo Kagak mungkin. Kagak mungkin. (YAKIN)
Ooo Kagak mungkin. Kagak mungkin. (YAKIN)
KIMIN
Orang-orang akan diarahkan menghadiri pelantikan Pimpinan yang baru itu.
Orang-orang akan diarahkan menghadiri pelantikan Pimpinan yang baru itu.
THAMRIN TERTAWA NYARING. SUARANYA MELECEHKAN BERITA YANG DISAMPAIKAN PAK KIMIN.
THAMRIN
Yaaa, itu sih sudah pasti Mas KIMIN …. Ini kan hanya soal giliran. Kalau yang kemarin semangatnya kuning keputih-putihan, yang sekarang ini putih kekuning-kuningan …
Boikot memboikot juga soal giliran. Tapi untuk kasus Pak Sepuh, gua kagak yakin.
Pak Sepuh ini memang terkenal kejam. Tapi kejamnya juga cerdas. Pake strategi.
Ada banyak orang yang berhutang budi ame die … Banyak orang yang jadi senang,
yang jadi makmur … Masa mereka itu kagak ada terimakasihnya …
Yaaa, itu sih sudah pasti Mas KIMIN …. Ini kan hanya soal giliran. Kalau yang kemarin semangatnya kuning keputih-putihan, yang sekarang ini putih kekuning-kuningan …
Boikot memboikot juga soal giliran. Tapi untuk kasus Pak Sepuh, gua kagak yakin.
Pak Sepuh ini memang terkenal kejam. Tapi kejamnya juga cerdas. Pake strategi.
Ada banyak orang yang berhutang budi ame die … Banyak orang yang jadi senang,
yang jadi makmur … Masa mereka itu kagak ada terimakasihnya …
KIMIN
Ngomong opo kowe ki Thamrin —
Ngomong opo kowe ki Thamrin —
THAMRIN GROGI BINGUNG MENJELASKAN MAKSUD UCAPANNYA
THAMRIN
Yah —- Masa kagak ngarti juga Pak Kimin.
Yah —- Masa kagak ngarti juga Pak Kimin.
POHAN MENATAP THAMRIN SEPERTI MENUNTUT PENJELASAN
POHAN
Wah, Abang kurang sependapat dengan pikiranmu itu Thamrin.
Wah, Abang kurang sependapat dengan pikiranmu itu Thamrin.
THAMRIN
Kenape Bang ?
Kenape Bang ?
POHAN
Thamrin —- Tukang sapu jalananpun tahu dimasa hidupnya, kelakuan Pak Sepuh ini,
kelakuan anak-anaknya, kelakuan para kerabatnya, sangat tidak tidak terpuji.
Tidak heran kalau orang malas melayat. Tidak ada boikotpun orang tidak bakal datang melayat.
Orang-orang yang senang, orang-orang yang makmur yang tadi kau bilang itupun,
bukan orang-orang yang mengerti berterimakasih itu. Penjilat, kapanpun akan selalu jadi penjilat. Kalau dulu mereka menjilati Bapak Sepuh, sekarang ini, mereka pasti sedang sibuk mencari-cari muka untuk mereka jilati.
Thamrin —- Tukang sapu jalananpun tahu dimasa hidupnya, kelakuan Pak Sepuh ini,
kelakuan anak-anaknya, kelakuan para kerabatnya, sangat tidak tidak terpuji.
Tidak heran kalau orang malas melayat. Tidak ada boikotpun orang tidak bakal datang melayat.
Orang-orang yang senang, orang-orang yang makmur yang tadi kau bilang itupun,
bukan orang-orang yang mengerti berterimakasih itu. Penjilat, kapanpun akan selalu jadi penjilat. Kalau dulu mereka menjilati Bapak Sepuh, sekarang ini, mereka pasti sedang sibuk mencari-cari muka untuk mereka jilati.
THAMRIN MELONGO MENERIMA PENJELASAN POHAN. POHAN KEMBALI
MELANJUTKAN TUGASNYA, DIAM.
MELANJUTKAN TUGASNYA, DIAM.
THAMRIN
Iya ya Bang — Abang betul juga. Siapa yang kagak tahu kelakuan Pak Sepuh ini dulu.
Die banyak ngelukain hati orang. Semua aturan yang die buat cuma untuk
kepentingannya die. Die kagak perduli orang-orang jadi korban.
Dia kagak boleh ditentang. Iiiih — (SEPERTI MERINDING)
Iya ya Bang — Abang betul juga. Siapa yang kagak tahu kelakuan Pak Sepuh ini dulu.
Die banyak ngelukain hati orang. Semua aturan yang die buat cuma untuk
kepentingannya die. Die kagak perduli orang-orang jadi korban.
Dia kagak boleh ditentang. Iiiih — (SEPERTI MERINDING)
POHAN
Celakanya rakyat kita cepat lupa. Mudah terharu. Pemaaf —
Celakanya rakyat kita cepat lupa. Mudah terharu. Pemaaf —
THAMRIN
Itulah susahnya kita ini .. Waktu masih hidup nggak berani ngelawan … Beraninya setelah jadi bangkai. Tapi itu aja udah lumayan tuh …. Udah ada perubahan.
Itulah susahnya kita ini .. Waktu masih hidup nggak berani ngelawan … Beraninya setelah jadi bangkai. Tapi itu aja udah lumayan tuh …. Udah ada perubahan.
KIMIN
Perubahan apa?
Perubahan apa?
THAMRIN KEMBALI TERTAWA NYARING.
THAMRIN
Ya … Belum tau dia … Perubahanlah … Dulu, sewaktu Pak Sepuh ini masih hidup, keadaan kita nggak ada bedanya dengan zaman penjajahan. Apapun yang terjadi harus sesuai keinginan die.
Ya … Belum tau dia … Perubahanlah … Dulu, sewaktu Pak Sepuh ini masih hidup, keadaan kita nggak ada bedanya dengan zaman penjajahan. Apapun yang terjadi harus sesuai keinginan die.
KIMIN
Almarhum —
KIMIN MENEGUR KELANCANGAN MULUT THAMRIN TAPI THAMRIN TERUS SAJA NGOCEH.
THAMRIN
Kapan die mau —
Kapan die mau —
KIMIN
Almarhum, Thamrin —
Almarhum, Thamrin —
THAMRIN MERASA TERGANGGU, JENGKEL
THAMRIN
Alah — Uahlah Mas Kimin. Ude mati ini —
Alah — Uahlah Mas Kimin. Ude mati ini —
KIMIN
Masya Allah —
Masya Allah —
THAMRIN MENERUSKAN OCEHANNYA. IA TIDAK PERDULI BAHKAN AGAK
KESAL DENGAN TEGURAN-TEGURAN KIMIN.
KESAL DENGAN TEGURAN-TEGURAN KIMIN.
THAMRIN
Apapun yang dia mau, mulai dari Anggaran Dasar, Undang-undang Dasar, semua bisa diatur. Surat sakti hilang, bisa diatur ….
Apapun yang dia mau, mulai dari Anggaran Dasar, Undang-undang Dasar, semua bisa diatur. Surat sakti hilang, bisa diatur ….
POHAN
Merampoki hak rakyat, bisa diatur —
Merampoki hak rakyat, bisa diatur —
THAMRIN
Jadi pahlawan, bise diatur.
Jadi pahlawan, bise diatur.
KIMIN
Omong opo kowe
Omong opo kowe
THAMRIN
Emang jadi pahlawan bisa diatur. Rakyat kalao udae dirampok pan jadi mielarat. Yang melarat perlu bantuan. Datang deh die dengan rombongan. Bawa sembako, Bawa sapi. Bawa telepisi.
Emang jadi pahlawan bisa diatur. Rakyat kalao udae dirampok pan jadi mielarat. Yang melarat perlu bantuan. Datang deh die dengan rombongan. Bawa sembako, Bawa sapi. Bawa telepisi.
HARUN
Buat ape telepisi?
Buat ape telepisi?
THAMRIN
Telepisi mah kagak tibag-bagi. Buat ngeliput. Pokoknye semue bisa diatur.
Telepisi mah kagak tibag-bagi. Buat ngeliput. Pokoknye semue bisa diatur.
THAMRIN
Kagak ada yang kagak tahu itu semua rekayasa. Tapi apa ada yang berani menentang?
Kagak ada yang kagak tahu itu semua rekayasa. Tapi apa ada yang berani menentang?
Silahkan untuk lebih lengkapnya lagi silahkan download disini
Sekian Tentang Contoh Naskah Drama Yang Dimainkan Untuk 6 Orang. Semoga ada manfaatnya buat anda semua.
Referensi
Referensi
izin nyalin agan buat tugas sekolah
BalasHapus