Sepertinya, konflik berskala luas di kawasan Afrika Utara dan juga Timur Tengah bakal semakin menajam. Ada indikasi kuat Amerika dan para sekutu - sekutunya yang tergabung dalam NATO, sedang memanfaatkan Resolusi Dewan Keamanan PBB sebagai legitimasi untuk melancarkan serangan militer ke Syria dalam jangka panjang, ke Yaman.
Menurut beberapa sumber di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa bangsa, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sedang menyiapkan sebuah serangan militer ke Syria dengan tujuan tunggal yaitu Melengserkan Presiden Bashar-al Assad yang dianggap tak bersedia dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan korporasi global di Amerika dan sekutu-sekutunya di Barat (Apakah memang harus setiap negara mematuhi Amerika?).
Dewan Keamanan PBB sendiri pada Rabu lalu telah mengecam keras tindakan kekerasan yang terjadi di Syria dan mendesak pemegang kewenangan politik di Syria untuk menghentikan penindasan terhadap para aktivis pro demokrasi anti Presiden Bashar al- Assad. Namun demikian, Dewan Keamanan PBB merasa perlu menegaskan bahwa campur tangan NATO dalam mengatasi soal ini belumlah diperlukan.
Nah, statemen ini saja jelaslah sudah bahwa sebenarnya Amerika dan NATO sedang menyiapkan suatu skema baru Syria pasca pemerintahan Bashar al Assad. Dan rencana serangan militer jelas bisa dipastikan sedang di persiapkan secara intensif di Washington, London dan Paris.
Kalau kita lihat kilas balik, Amerika dan sekutu sekutunya yang tergabung dalam NATO, memang selalu berupaya untuk menggulingkan kepala pemerintahan atau kepala negara yang dianggap tidak sejalan atau menolak untuk bekerjasama dengan pihak barat.
Lihat saja kasus Iran pada 1953, yang mana CIA dan MI-6 bekerjasama melancarkan operasi intelijen mengembalikan Shah Reza Pahlevi ke tampuk kekuasaan menyusul lengsernya Perdana Menteri Mohamad Mossadeq yang berhaluan nasionalis kerakyatan.
Pada 1954, atas desakan dari Perusahaan Agrobisnis Amerika United Fruit Company, Washington memerintahkan CIA untuk secara intensif mendukung kudeta militer terhadap Presiden Juan Arbenz Guzman yang dipimpin oleh Kolenel Castilo Armas .
Pada 1965, Presiden Sukarno yang juga berhaluan nasionalis kerakyatan berhasil digusur dari tampuk kekuasaan melalui dukungan diam-diam dari CIA dan MI6 terhadap Panglima Angkatan Darat Jenderal Suharto. Pada 1970, Pangeran Sihanouk digulingkan oleh Panglima Angkatan Darat Kamboja Jenderal Lon Nol yang semual merupakan pendukung setia Sihaonouk. Sihanouk dianggap ancaman oleh Amerika dan barat bukan karena dia komunis, melainkan karena pandangannya yang berhaluan nasionalis dan mendapat dukungan yang mengakar dari rakyat Kamboja.
Pada 1973, atas desakan beberapa perusahaan besar di Amerika, Presiden sayap kiri Chile Salvador Allende digulingkan dari tampuk kekuasan atas restu dari Presiden Nixon dan Menteru Luar Negeri Henri Kissinger. Dan Jenderal Pinochet yang waktu itu merupakan panglima angkatan darat Chile, merebut kekuasaan dari tangan Allende.
Kembali ke kasus Syria, sepertinya memang ada indikasi kuat untuk melengserkan Presiden Bashar al Assad yang di anggap tak kooperatif terhadap bangsa barat. Bahkan Yaman akan menjadi sasaran berikutnya jika proyek penggulingan Bashar Assad ini berhasil.
Dan nampaknya, pintu masuk atau legitimasi bagi NATO untuk melancarkan campur tangan militernya di Syiria maupun dalam jangka panjang di Yaman, adalah dengan memanfaatkan celah celah dari resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam tindak kekerasan Syria terhadap aktivis pro demokrasi di Syria.
Dewan Keamanan PBB hanya sebagai alat dan corong bagi Amerika dan NATO sebagai legitimasi moral untuk melancarkan serangan militer ke PBB.
.
http://heru-net.blogspot.com/2011/08/langkah-pertama-as-untuk-serbu-iran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar