Kamis, 25 November 2010

Memahami cinta kasih seorang Ibu




KISAH POHON APEL
Ada sebatang pohon apel yang amat besar. Seorang anak laki-laki begitu gemar bermain di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas hatinya, dan sewaktu-waktu dia beristirahat lalu terlelap di pangkuan pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi tempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.

Masa berlalu. Anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih.
“Marilah bermain di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku bukan lagi anak-anak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja itu.

“Yang aku mau hanyalah permainan. Aku perlukan uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih.
Lalu pohon apel itu berkata,“Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Jual lah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kau inginkan.”
Remaja itu dengan gembira memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.

Masa berlalu. Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
“Marilah bermain di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku tidak ada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkah kau menolongku?” tanya anak itu.

“Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.”
Pohon apel itu memberikan dahannya. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong semua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian ia merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa.
“Marilahbermain di sekitarku,” ajak pohon apel itu.

“Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai kapal. Bolehkah kau menolongku?” tanya lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai kapal untuk diberikan kepadamu. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan kapal. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata pohon apel itu.
Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian pergi dari situ dengan gembira dan tidak kembali lagi selepas itu.

Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang sudah lanjut usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.
“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat kapal. Aku hanya ada tinggal dengan akar yang hampir mati.” kata pohon apel itu dengan nada pilu.

“Aku tidak mau apelmu karena aku sudah tidak bergigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu karena aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mau batang pohonmu kerana aku berupaya untuk tidak berlayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.
“Jika begitu, beristirahatlah di pangkuanku,” kata pohon apel itu.
Lalu lelaki tua itu duduk di pangkuan pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis gembira.

Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua ibu dan ayah kita. Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan.

Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup. Anda mungkin terpikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi pikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini kepada ibu dan ayah mereka. Hargailah jasa ibu dan ayah kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari ayah saja.

Pesan saya buat semua :
Hargailah dan sayangilah ibu dan ayahmu setiap waktu sebelum kamu benar2 menyesal ketika kehilangan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar